Jumat, 04 September 2015

Songket Handmade (Pandai Sikek)

Proses pengerjaan tenun Pandai Sikek
       Songket atau tenunan sangat identik sekali dengan masyarakat Indonesia, selain karena merupakan seni kerajinan tradisionan dan menjadi  pakaian adat di beberapa daerah juga karena terkenal akan keindahannya. Songket di Indonesia tersebar di berbagai daerah, namu hingga saat sekarang ini hanya sedikit yang masih terjaga eksistensinya. ini terjadi karena tergerus oleh perkembangan zaman, baik dari segi pengrajinnya sendiri maupun dari tingkat kebutuhannya.
       Tenunan secara secara kasat mata hanyalah selembar kain yang di buat dengan cara manual, atau semi manual, tetapi di balik hal ini terdapat banyak teknik dan proses yang terapkan agar menjadi sehelai kain, nah disinilah nilai dari songket itu sesunggunhnya. dalam pembuatan songket terdapat beberapa element mendasar, peralatan tenun ( setiap daerah memliliki nama dan bentuk alat tenun yang berbeda, seperti gedongan, fanta di Pandai Sikek dll). sedangkan untuk menjadi kain dibutuhkan bahan dasar benang, pada tenunan benang di sebut benang lungsi dan benang pakan. benang lungsi adalah benang yang tersusun memanjang searah penenunnya, sedangkan benang pakan sendiri adalah benang yang di masukan kedalam benang lungsi secara menyilang.
      Benang memiliki berbagai macam jenis, mulai dari katun, rayon piskos, nylon, benang emas berbagai jenis, sutra dan lainnya. Benang benang ini ada yang sudah tersedia di pasaran ada juga yang di olah sendiri oleh penenun. Bahan benang ini sendiri sangat enentukan hasil dari tenunan yang akan di buat nanti, semakin halus benangnya maka akan semakin sulit menenunnya, dan semakin bagus benangnya akan semakin berkualitas hasilnya. Para penenun harus pandai dalam mengolah warna, agar ketika tenunan selesai dapat di sandingkan dengan pakaian lain.
      Ada berbagai macam teknik Tenun antara lain
 1. Tenun Ikat
           Tenun ikat memiliki ciri khas yang di ikat dalam pembuatannya, ada yang mengikat benang   lungsinya untuk mendapatkan motifnya ada juga yang mengikat pakannya, tujuan di ikat tersebut adalah untuk di celup dengan pewarna hingga mendapatkan warna yang di inginkan. setelah di celup di susun sesuai dengan motif yang akan di ciptakan.
2. Tenun Songket
secara teknik tenun ikat dengan tenun songket  adalah sama, yang membedakannya hanyalah adanya penambahan benang emas atau benang bewarna lebih mencolok di bantding benang lain untuk menampilkan motifnya, sedangkan untuk membuat motif tersebut di gunakan berbagai macam cara salah satunya di sungkit (membagi benang lungsi sesuai dengan bentuk motif yang di inginkan menggunakan alat yang bebentuk pipih dan tidak lebar dengan teknik menyungkit) .

salah satu tenun songket yang cukup di kenal adalah songket Pandai Sikek, (bisa diliha pada mata uang kertas pecahan Rp 5000,-) yang berada di kecamatan x koto kabupaten Tanah Datar Propinsi Sumatera Barat. yang menjadi ciri khas dari tenun Pandai Sikek ini adalah cara pembutan motif dan motif-motif yang di gunakannya. selain itu bagi masyarakat Pandai Sikek sendiri menenun adalah sebuah tradisi turun temurun terutama di kalangan kaum perempuannya, namun ada juga sebagian dari kaum lelaki yang menggeluti kerajinan tenun songket ini.
untuk pembutan selembar songket, di butuhkan proses yang cukup panjang, urutan proses tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut.
1. Pewarnaan benang
        Sebelum di pintal dan di jadikan bahan baku tenunan, beneng-benang tersebut harus melalui proses pewarnaan secara manual. Pada saat sekarang ini proses pewarnaan banyak menggunkan bahan pewarna kimia karena lebih murah, praktis dan warna yang di hasilkan lebih baik, sedangkan pewarnaan menggunakan  bahan alami jauh lebih sulit dan untuk mendapatkan warna yang bagus sangatlah sulit. proses pewarnaan ini membutuhkan waktu yang cukup lama karena di lakukan secara manual. proses pewarnaan benang ini lebih cendrung untuk benang yang akan digunakan menjadi benang lungsi sedangkan untuk benang pakan lebih abnyak memamfaatkan benang yang telah ada di pasaran eperti benang emas, suto, sutra dan lainnya.
2. Pemintalan benang
        Setelah benang selesai melalui tahap pewarnaan maka benang tersebut bisa dipintal ke pada gulungan yang kecil yang nantinya akan di pindahkan lagi kepada gulungan yang lebih besar melalui proses penghanian. pada proses penghanian inilah ditentukan berapa lebar songket yang akan di buat, seperti apa warnanya.
3. Perakitan Alat Tenun
        Setelah benang tersebut selesai di hani, maka proses selanjutnya ialah menyambungkan benang ke alat tenunnya, yang meliputi karok, suri, dan di pasang pada kedudukan yang di sebut dengan Panta. 
4. Penenunan
        Setelah semuanya siap maka proses penenunan sudah bisa dilakukan, untuk menenun satu stel songket tidaklah mudah dan sebentar, butuh waktu berhari-hari dalam menyusun benang helai demi helai dan menciptakan motif yang menarik, proses ini membutuhkan ketekunan, ketelitian dan kesabaran. seorang penenun tidak hanya dibekali dengan kemampuannya, tetapi juga harus memiliki cita rasa seni. karena untuk menghasilkan songket yang bagus di butuhan kedua ungsur tersebut, bagaimana si penenun menyusun benangnya, menyesuaikan motifnya serta memadukan warna-warna yang menarik.
secara garis besar membuat songket pandai sikek terlihat ringkas, anmun jika dicermati dan di ikuti satu per satu prosenya maka akan tersa begitu panjang. ya helai demi helai benang disusun menjadi lembaran kain.
Bagi masyarakat Pandai Sikek sendiri menenun adalah sebuah tradisi, terutama untuk anak gadis yang beranjak dewasa sudah harus bisa menenun, filosofinya agar iya kelak bisa membina kelurga yang lebih harmonis dengan suami dan anak-anaknya nanti. menenun menmpa diri untuk teliti, telaten, sabar dan tekun, selain itu dengan memiliki kemampuan bertenun akan dapat meningkatkan ekonomi keluarga. bertenun dapat dilakukan dirumah oleh kaum ibu sambil ia melakukan pekerjaan rumahnya.
sedangkan dalam prosesi adat di Nagari Pandai Sikek sendiri songket banyak digunakan untuk upacara adat, terutama oleh kaum ibu, bundo kanduang (istri pemimpin suku di Minankabau ataupun oleh limpapeh (kaum perempuan). Selain itu songket juga seringkali digunakan untuk acara tunangan atau di Pandai Sikek di sebut Ma Anta Tando.
Motif-motif tenun Pandai sikek, ada berbagai macam motif yang diterapkan pada tenunan Pandai Sikek, motif-motif tersebut diciptakan berdasarkan pengamatan pada lingkungan sekitar dengan falsafah alam takambang jadi guru (lingkungann hidup menjadi tempat belajar). smotif yang di ciptakan merupakan strilisasi dari bentuk binatang dan tubuhan, seperti pucuak Rabuang (pucuk rebung), itiak pulang patang (bebek pulang ke kandang di sore hari), atue bata (ikan keci-kecil), gunuang gunuang (gunung-gunung) balah kacang (belah kacang) dan lain lain.
berikut beberapa contoh hasil tenunan songket pandai sikek, klik juga di sini atau disini

songket Pandai Sikek
yang di damnya terdapat motif
pucuak rabuang, saluak laka, sirangkak bakuruang, dan lain lain

songket Pandai Sikek yang di sulam
pada bagian selendangnya dengan teknik sulaman suji

songket yang sudah siap pakai
dengan selendang yang telah memiliki renda

gambar rumah adat Minang Kabau
Rumah Gadang yang di buat dengan teknik songket
       
songket dengan motif Jam Gadang


kaligrafi yang di buat dengan teknik
tenun songket
kaligrafi yang di buat dengan
teknik tenun songket

 
tas yang terbuat dari bahan songket


inilah sedikit penjelasan mengenai songket handmade, segala prosesnya di kerjakan dengan manual, sehingga membutuhkan banyak waktu dan tenaga kerja, sehingga inilah yang meningkatkan biaya produksi. namun terlepas dari itu nilai budaya, tradisi, dan seni yang di kandungnya juga memiliki arti dan filosofi tersendiri. Menggunakannya bukan sekedar meningkatkan keindahan, penampilan ataupun wibawa tetapi kebanggaan atas kebudayaan yang luhur.

Minggu, 30 Agustus 2015

Sekilas sejarah penyebaran tenun (tenun Pandai Sikek)

Tenun Pandai Sikek

Tidak ada sejarah yang pasti kapan tenunan songket mulai dikembangkan di Minangkabau khususnya di Nagari Pandai Sikek Akan tetapi keahlian dalammenenun merupakan warisan nenek moyang kita bangsa Austronesia atau lebih populer desebut dengan bangsa Malayo-Polynesia, Ketika terjadi migrasi besar-besaran penduduk dari daratan Asia ke arah selatan dan timur beberapa ribu tahun yang lalu, bersamaan dengan segala kepandaian yang esensial untuk kehidupan, seperti kepandaian becocok tanam, kepandaian membuat dan menggunakan alat-alat pertanian, pertukangan dan senjata. Sesuai dengan fitrah manusia, kepandaian dasar pertukangan tentu mengalami pengkayaan estetika sehingga menjadi apa yang sekarang dikenal dengan istilah kerajinan, dan kemudian menjadi seni.


Hal ini sejalan dengan perkembangan di bidang ekpresi lainnya seperti seni gerak, seni suara dan seni pementasan. Sebagai warisan budaya, tenun bisa dikatakan sama umurnya dengan stelsel matrilinial orang Minang , terukaan sawah di Luhak nan Tigo, dan budaya lisan Kato Pusako pepatah petitih Di sini juga kita menemukan kesamaan rumpun Austronesia pada kain tenun Sumatra pada umumnya dengan seluruh kain tenun Nusantara hingga ke Sumba dan Timor, juga dengan tenunan La Na di Thailand utara dan Laos. Rumpun ini akan memecah nanti di lihat dari segi kahalusan motif setelah masuknya kebudayaan India dan Cina dari utara. Akan tetapi kesamaannya bertahan di segi peralatan tenun dan teknik bertenun.

Beberapa ratus tahun yang lalu, di hulu sungai Batanghari, yang disebut Sungai Dareh, berkembang suatu pemukiman dan pusat perdagangan yang makmur. Penduduk dari daerah yang sekarang disebut Alam Surambi Sungai Pagu, dan dari daerah-daerah yang lebih ke utara lagi, datang ke tempat ini untuk menjual hasil-hasil alam berupa rempah-rempah dan emas. Daerah ini dikunjungi pula oleh pedagang-pedagang yang datang dari seberang laut, seperti India dan Cina. Kaum wanita di daerah ini memakai pakaian yang lebih cantik bagi ukuran masa itu, istilah sekarang: lebih fashionable. Daerah ini kemudian terkenal dengan nama kerajaan Darmasyraya. Inilah cikla-bakal kebudayaan Melayu. Bertahun-tahun daerah ini menjadi titik pertemuan ekonomi dan budaya antara kebudayaan-kebudayan yang sudah lebih kaya dan maju di utara, Cina, Mongol dan India, dengan budaya lokal. Dalam kurun beberapa puluh tahun itu, atau mungkin sampai dua ratus tahun, setalah mengalami pergantian raja-raja dan penguasa, penduduknya menyerap banyak ilmu dan teknologi dari bangsa asing, disamping kemajuan bidang ekonomi dan politik yang memperkaya dan meningkatkan mutu kebudayaan lokal.

Diantara kemajuan yang dialami adalah dalam bidang pakaian dan teknik bertenun, beserta pengkayaan corak motif dan bahan-bahan yang dapat dipergunakan. Kalau sebelumnya, sesuai dengan perkembangan masyarakat

orang membuat pakaian dari benang yang dibuat dari bahan-bahan yang tersedia di tempat pemukiman mereka, seperti serat kulit pohon. Dengan perkembangan perdagangan orang-orang India memperkenalkan bahan dari serat kapas dan linen, juga benang yang disalut dengan lempengan emas tipis. Pedagang Cina membawa benang sutra yang berasal dari kepompong ulat sutra, juga benang yang dibungkus dengan emas kertas kemudian dikenal dengan nama emas prada. Sehingga bisa diperkirakan bahwa pedangang India pun banyak memperdagangkan bahan tersebut.

Pada tahun 1347 Adityawarman memindahkan pusat kerajaan dan kebudayaan Melayu dari Darmasyraya ke Pagaruruyung, dan kawasan di sekitar gunung Merapi dan Gunung Singgalang yang pada waktu itu terdiri dari Luhak nan Tigo dan Rantaunya yang Tujuh Jurai, menjadi terkenal sebagai Alam Minangkabau. Dengan beberapa pusat pemerintahan yang tersebar di Pariangan, Sungai Tarok, Limo Kaum, Pagaruyuang, Batipuah, Sumanik, Saruaso, Buo , Biaro, Payokumbuah, dan lain-lain. Alam Minangkabau dengan falsafah alam yang dianut masyrakatnya, alur dan patut serta alam takambang jadi guru, sangat memberi peluang bagi tumbuh dan berkembangya kebudayaan dan kesenian dengan pengkayaan dari unsur-unsur budaya asing.

Susunan masyarakat yang bersuku-suku eksogami dan yang lebih utama lagi, aturan sumando manyumando, telah menggeliminir konflik antar kelompok sehingga memperlambat proses terjadinya kedamaian dan mempersempit kesempatan bagi anak nagari untuk memperlajari dan memperhalus ilmu-ilmu dan keterampilan termasuk salah satunya keterampilan bertenun. Daerah Batipuh, sebagai salah satu pusat pemerintahan dan kedudukan Tuan Gadang Batipuh sebagai Harimau Campo Koto Piliang, dapat diduga menjadi salah satu daerah yang amat penting pada masa kejayaan Minangkabau dahulu, bersama daerah-daerah lain yang tersebut diatas. Sejalan dengan keadaan itu, masyarakatnya tentu mandapat kesempatan yang lebih banyak untuk melakukan kegiatan ekonomi dan budaya termasuk keterampilan tenun sehingga mutu dan corak kain tenun semakin tinggi dan halus. Gadis-gadis menenun kain sarung dan tingkuluk dengan benang emas untuk dipakai ketika mereka menikah, dan perempuan lainnya menenun kain untuk dijual

Adat istiadat di Minangkabau telah mendorong kegiatan dalam perkembangan pertenunan lebih jauh lagi, karena pada setiap kesempatan upacara adat, kain tenun selalu wajib dipakai dan dihadirkan. Kata-kata adat dinukilkan di dalam nama-nama motif sehingga menjadi buah bibir dan diucapkan setiap saat. Kain tenun menjadi pakaian raja-raja, datuk-datuk dan puti-puti.

Masa ini sejalan dengan kejayaan Turki Usmani dan Asia Tengah, puncak kebesaran Dinasti Mongol di India, Sultan Akbar 1556-1605, kejayaan Dinasti Ming dan Manchu di Cina. 

Ketika itu pertukaran perdangangan dan kebudayaan sangat pesat dan melibatkan Minangkabau sebagai suatu kawasan yang menjadi lintasan perdagangan dan juga negri yang mempunyai komoditi dagang yang penting yaitu rempah-rempah dan emas, seni menenun kain dangan sutra dan benang emas di Sumatra, bersamaan dengan suji dan sulaman pun mencapai puncak kemajuannya dan menemukan ciri khasnya tersendiri. Hampir semua pelosok Minangkabau, dari Luhak sampai ke rantau, mempunyai pusat-pusat kerajinan tenun, suji dan sulaman. Masing-masih mengembangkan corak dan ciri-cirinya sendiri.

Beberapa nagari yang terkenal sekali dengan kain tenununya dan sangat produktif pada masa itu adalah Koto Gadang, Sungayang, dan Pitalah di Batipuh, dan nagari yang melanjutkan tradisi warisan menenun hari ini adalah nagari yang termasuk Batipuh Sapuluh Koto juga yaitu Pandai Sikek. Motif-motif kain tenun Pandai Sikek selalu diambil dari contoh kain-kain tua yang masih tersimpan dengan baik dan sering dipakai sebagai pakain pada upacara-upacara adat dan untuk fungsi lain dalam lingkup acara adat, misalnya sebagai tando, dan dipajang juga pada waktu batagak rumah. Motif-motif tenun Pandai Sikek diyakini sebagai motif asli pada kain-kain tenunan perem puan-perempuan Pandai Sikek pada zaman lampau, yang namanya sebagian masih diingat oleh beberapa orang tua yang hidup sekarang. Diantara mereka adalah: Sari Bentan, Namun, Salamah di Baruah Nuriah. Ipah, Pasah, Nyiah dan Jalisah di Tanjung. Ada kira-kira sepuluh orang master tenun di Pandai Sikek pada zaman atau generasi nama-nama diatas, kira-kira seratus tahun yang lalu. Ada juga beberapa wanita Pandai Sikek zaman dahulu yang dikenal dengan nama julukan yang berhubungan dengan peralatan tenun. Misalnya, dikenal Inyiak Makau dan Inyiak Suri di Tanjuang. Di Kototinggi, Inyiak Banang, dan Inyiak Karok. Disamping itu, Pandai Sikek sebagai pusat di bidang tenun songket waktu itu, tentu wanita-wanitanya sering mengerjakan pesanan dari daerah-daerah lain, seperti dari Pitalah di Batipuah, Koto Gadang di Agam dan dari Sungayang dengan corak benang dan motif yang spesifik dengan daerah tersebut, dan dikenal sampai sekarang sebagai motif-motif Sungayang, motif Koto Gadang.

Saat ini songket Pandai sikek telah dikenal diseluruh wilayah nusantara dan Asia bahkan sampai ke Eropa, Afrika dan Amerika. Ketenaran ini tidak terlepas dari peran para turis asing (manca negara) yang selalu membeli hasil kerajinan songket Pandaisikek sebagi cendramata untuk dibawa pulang ke negara mereka masing-masing. Hal ini berlangsung terus menerus, sehingga Songket Pandaisikek kian hari kian di kenal masyarakat Internasional. Imbas positif dari siklus ini tidak hanya dinikmati oleh masyarakat pandaisikek sendiri, melainkan telah membantu peningkatan Pendapatan asli daerah (PAD) Propinsi Sumatera Barat baik disektor perdagangan maupun sektor wisata.

Jumat, 21 Agustus 2015

Foto foto beberapa tenunan / songket pandai sikek

          

    




    
  
  
            












                





   
                



               

 


Kami produsen songket/ tenunan hand made tradisional khas minang yang menyediakan songket dengan bermacam warna, motif, dan model. Satu stel songket sarung dengan selendang.. Songket ini biasa d padukan dengan brokat, kebaya dan pakaian lainnya..  Bisa buat hantaran, di pakai pada pernikahan, acara keluarga, pesta, wisuda pada acara formal dan non formal lainnya.. To info lebih lanjut hub tlp/wa 085285081815 pin bb 547153b5., terima kasih..